Adab Kita Terhadap Ahlul Bait / Keturunan Rasulullah
ADAB KEPADA HABAIB /
KELUARGA RASULULLAH SAW
Abuya Abdullah bin Muhammad Baharun (tengah kanan) , Rektor Universitas Al-Ahgaff - Abuya Alwi bin Abdurrahman Al-Attas (paling kiri) Guru Besar di Ribath Alawiyah |
Nabi s.a.w.bersabda, “Yang terbaik diantara kamu sekalian
ialah yang terbaik perlakuaannya terhadap ahlulbaiytku, setelah aku kembali kehadirat
Allah.” (Hadis Sahih dari Abu Hurairah r.a. diriwayatkan oleh al-Hakim, Abu
Ya’la, Abu Nu’aim dan Addailamiy)
Dikutip dari kitab
Rosyfatus Shoodi Min Bahri Fadloili Banin Nabi Al-Hadi, hal. 263, karya Sayyid
Abu Bakar Syihabuddin al Alawy al Hadhromi, bahwa seorang Wali Quthub Syekh
Abdul Wahhab As Sya’roni berkata,
“Di antara anugerah
yang Allah berikan kepadaku adalah besarnya ta’dzimku terhadap para Asyraf
(Habaib) walaupun ada orang yang meragukan nasabnya dan walaupun mereka tidak
berada di jalan lurus seperti datuk-datuknya, karena ta’addub/beradab sopan
santun kepada Rasulullah Shollallahu alaihi wa sallam. Dan bagiku, Habaib yang
paling rendah kedudukannya tetap aku agungkan dan muliakan, hal ini termasuk
akhlak yang sangat langka yang sedikit sekali orang mengamalkannya.”
“Dan di antara
anugerah yang Allah berikan kepadaku yaitu aku mampu membedakan mana suara
Habaib dan mana yang bukan suara Habaib dari balik tembok/hijab, fungsinya
adalah agar aku bisa bergegas memuliakan mereka saat aku mendengar suara mereka
dari balik dinding.”
“Di antara anugerahNya
lagi kepadaku adalah aku tidak mendoakan jelek kepada Habib yang menganiaya aku
atau yang menyakitiku sebab dosaku, karena Habib adalah bagian dari Rasulullah
Shollallahu alaihi wa sallam”
“Kami dibai’at agar kami
tidak merasa lebih baik daripada Syarif/Habib walaupun Habibnya tidak begitu
alim dan ini termasuk adab kami apalagi bila habibnya alim maka kita tidak
boleh merasa lebih baik dalam segi ilmu, amal dan akhlak. Dan kami tidak boleh
membaiat (thoriqat) karena hal tersebut sama halnya menjadikan Habib tersebut
berada di dalam aturan kami dan menjadi pelayan kami.”
“Ketahuilah di antara
ta’dzim kita terhadap Asyraf/Habaib adalah kita tidak boleh menikahi wanita
yang di talaknya, begitu juga kita tidak boleh mencegah sesuatu yang mereka
minta dari kita walaupun mereka minta surban yang kita pakai, dan kita tidak
boleh memandang para Syarifah kecuali ada udzur syar’i”
“Guruku Sayyid Ali Al
Khowwash (seorang Arif billah tidak bisa baca dan tulis namun mempunyai ilmu
ladunni) berkata, ‘Andaikan ada Habib yang masuk ke rumah keluargaku tanpa
seizinku maka aku tidak merasa kecewa karena Habib termasuk Bidh’ah (potongan
daging) dari Rasulullah sehingga seluruh badannya menjadi mulia karena Bidh’ah
tersebut. Beliau juga berkata, ‘Tak layak seorang muslim melihat Syarifah baik
melihat cadarnya, pakaiannya dan sandal/sepatunya.”
“Sesungguhnya orang
yang membiarkan lisannya (untuk menghujat) keturunan Rasulullah maka dia tidak
akan mati kecuali mati dalam keadaan murtad jika dia tidak segera taubat dan
menyesali perbuatannya serta tak mengulangi nya lagi. Dan sungguh banyak bukti
dari orang-orang yang diuji dengan menghujat Dzurriyah Nabi dalam waktu yang
tidak lama mereka Allah segerakan siksaan dengan berbagai macam musibah.”
“Ibnu Muflih dalam
kitabnya Al Adab As Syar’iyyah menuturkan, “Suatu ketika Imam Ahmad secara
kebetulan bersamaan dengan anak kecil dari keturunan Bani Hasyim di pintu
masjid yang sama-sama ingin keluar, namun anak kecil itu berhenti dan
mempersilahkan agar Imam Ahmad keluar terlebih dahulu, melihat hal demikian
maka beliau menahan diri untuk keluar dan mengambil tangan anak kecil dari Bani
Hasyim tadi lalu beliau mencium tangan anak kecil itu dan berdiam diri sampai
anak kecil tadi keluar duluan. Kemudian beliau berkata, ‘Sesungguhnya anak
kecil tadi termasuk Ahlul Bait Nabi yang Allah wajibkan kepada kita untuk
memuliakannya.”
“Sayyid Ibrahim Al
Matbuli tatkala ada seorang habib datang dan duduk di sandingnya maka beliau
nampak merunduk dan khusyuk di dekatnya dan berkata, ‘Sesungguhnya dia termasuk
bagian dari Rasulullah Shollallahu alaihi wa Sallam, siapa yang menyakiti Habib
maka sungguh dia telah menyakiti Rasulullah.”
“Syaikhul Akbar Ibnu
Arobi dalam kitabnya Futuhatul Makkiyyah bab 29 mengomentari ayat penyucian
Surat Al Ahzab ayat 33 : Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa
dari kalian wahai Ahlulbait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya, maka
para Habaib termasuk anak-anak Siti Fathimah kesemuanya hingga hari kiamat ada dalam
lingkup ketentuan ayat ini yaitu mereka mendapatkan ampunan dosa-dosa mereka
dari Allah.”
“Dan hukum tersebut
tidak akan nampak bagi Ahlul Bait kecuali nanti di akhirat karena mereka nanti
di makhsyar akan diampuni, maka tidak semestinya bagi muslim menghujat mereka
dan sungguh Allah telah menyucikan mereka sebagaimana dalam ayat penyucian
(surat al Ahzab ayat 33). Itulah anugerah yang Allah berikan kepada orang yang
dikehendakiNya.”
“Ibnu Hajar Al Haitami
dalam fatwanya, ‘lebih mulia mana Habib yang tak berilmu atau orang (yang bukan
habib) yang berilmu dan berwawasan luas? dan jika keduanya berkumpul mana yang
harus didahulukan dan yang berhak dimuliakan? dan jika aku menghidangkan kopi,
mana yang harus aku dahulukan? Maka beliau menjawab, ‘kedua-duanya mempunyai
kemuliaan, adapun Habib, maka dalam tubuhnya terdapat Bidh’ah (sepotong darah
daging Rasulullah) yang mulia yang mana Bidh’ah tersebut tak bisa dibandingkan
dengan sesuatu apapun.”
“Dan tidak samar lagi
bahwa menghukumi permasalahan yang ada di antara keturunan Rasulullah dan para
Sahabatnya (dalam perang Jamal) itu tidak bisa diputuskan kecuali hanya
Rasulullah yang berhak memutuskan nanti di hari kiamat. Adapun kita, hanyalah
sebagai pelayan/ budak untuk mereka, oleh karena itu seorang budak tak layak
menghukumi terhadap majikannya,”
“Al Arif billah Syaikh
bin Abdullah Al Aidarus berkata, ‘Ketahuilah bahwa mencintai mereka Ahlul Bait
dapat menyampaikan pada derajat yang tinggi di sisi Allah dan mendapat
kedekatan dengan Rasulullah Shollallahu Alaihi wa Sallam.”
“Dalam Al Bidayah
karya Ibnu Katsir disebutkan Imam Musa Al Kadzim pernah ditanya, ‘bagaimana
kalian bisa mengatakan kami adalah keturunan/cucu Rasulullah ? Sedangkn kalian
adalah cucu Ali bin Abi Tholib dan seharusnya seorang lelaki itu nasabnya
disambungkan kepada kakeknya bukan kepada neneknya?’ Maka Beliau membacakan
Surat Al An’am ayat 84 – 85 yang artinya : Dan Kami jadikan keturunan Nuh
sebagai Nabi, yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun (Itu adalah
keturunan yang baik dari Ibrahim)…. Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Dan Nabi
Isa tidak punya ayah namun nasabnya disambungkan kepada cucu/keturunan para
Nabi dari jalur ibunya (Sayyidah Maryam) begitu juga dengan kami nasabnya
disamakan dengan keturunan Rasulullah dari jalur nenekku (Sayyidah Fathimah
binti Rasulullah)”
Dalam Kitab Tadzkirah
Al-Auliya disebutkan, saat Imam Syafi’i duduk di suatu Majelis Ilmu, Beliau
berdiri dan duduk kembali, berdiri dan duduk kembali, sampai lebih dari 10 kali
dan saat ada yang bertanya, beliau berkata, ‘Saat itu ada anak kecil dari Bani
Alawy sedang bermain dengan anak-anak sebayanya… setiap anak kecil itu melewati
pintu Majelisnya, Imam Syafi’i berdiri untuknya… karena menghormati dan
mengagungkannya..
Dikisahkan suatu
ketika tongkat yang dimiliki Al Imam Ja’far As-Shodiq RA telah usang dan lepuh,
maka Al Imam Abu Hanifah RA ingin mengganti tongkat tersebut dengan tongkat
yang baru dan lebih bagus. Namun Al Imam Ja’far mengatakan, “Tak tahukah engkau
ini tongkat siapa? Al Imam Abu Hanifah berkata, ‘Tidak’. Maka beliau pun
menjawab bahwa tongkat usang itu adalah milik Baginda Rasulillah SAW. Maka
dengan spontan Al Imam Abu Hanifah pun terkejut dan langsung menciumi tongkat
itu untuk mengambil berkah darinya. Akan tetapi Al Imam Ja’far melihatnya
dengan biasa dan tersenyum sembari mengatakan, “Itu hanya kayu biasa. Berbeda
dengan diriku yang mana di dalam jasad ini terdapat darah Baginda Sayyiduna
Muhammad SAW.” Akhirnya beliau pun juga diciumi seluruh tubuhnya, karena
barokahnya lebih besar dan lebih dekat hubungannya kepada Nabi dari pada
tongkat tersebut.
Berkata Habib Abdullah
bin Alwi Al Haddad sohiburrotib,
“Kalian harus mencintai dan menghormati para Ahlul bait Rasulullah ﷺ. Setiap kali seseorang melakukan hal ini
secara terbuka dan benar, Allah akan mengangkat dan memuliakan kalian ke titik
di mana ia mungkin tampaknya menjadi salah satu dari anggota ahlul bait itu
sendiri. Setiap orang akan bersama dengan yang mereka cintai. Cinta dan
penghormatan itu bukan untuk mereka secara pribadi, melainkan itu adalah untuk
Allah dan Rasul-Nya ﷺ”.
Allahumma sholli ala
Sayyidina Muhammad wa alihi wa sohbihi wa sallim
( REPOST ) with license :D