Nang Ning Ning Nang Eek - (Sekilas Cerita) Kota Tarim Bersujud Cinta
Nang Ning Ning Nang Eek
Aku Fathimah, adik kak Abu yang paling lucu
dan menggemaskan. Kata kak Abu aku cantik dan bermata indah. Fatwa Umma dan
Buya pun begitu. Aku anak perempuan satu-satunya yang mewarisi hidung dan alis
terbaik. Bahkan semua orang-orang disekitarku mengakuinya. Benar saja semua
orang gemas melihatku tersenyum,apalagi saatku menangis. Semua orang datang memperhatikanku
lalu rebut-rebutan untuk menggendong dan mencium apa saja yang ada diwajahku.
Sangat memalukan.
Beda dengan kak Abu yang sukanya cubit-cubit,
cium-cium, dan suka menarik pipiku sampai aku berlinang dan mengemas suaraku
melebihi mikrofon masjid. Tentulah kak Abu menyebalkan dari sekian kakak-kakak
yang ada didunia. Benar-benar menyebalkan! Tapi jujurlah, aku cinta dan sangat menyayanginya.
Perkenalkan kakak laki-lakiku, Abu Bakr.
Pecinta ayam goreng, cumi-cumi, ote-ote, dan gula-gula yang tentu manis dan
berhidung mancung. Kesehariannya tertawa bersama teman-teman; menonton, bermain
Play Station, basket, dan juga menjadi orang terwibawa dan seriusan ketika
menyetorkan hafalan sore ke Umma. Perkara terakhir ini harus aku kasih tau pada
kalian ,teman. Kadang aku benar-benar takjub dengan hafalan kak Abu yang
lencer. Apalagi kak Abu bersuara indah dengan nada Syekh Misyari Ar-Rasyid
idolanya. Dan baru ku ketahui bahwa hanya sedikit orang menyukai bacaan-bacaan
indah Al-Qur’an.
Aku juga bingung kenapa aku dan kak Abu beda
dari anak-kecil pada umumnya. Mereka hafal lagu-lagi terkini, dan kami tak
hafal. Hafal nama-nama para penyanyi atau artis-artis film, kami-pun takpernah
mendengarnya. Yang aku dan kak Abu tau hanyalah tokoh-tokoh Islam yang
diceritakan Ummi. Tentang Rosululluah SAW, Ahlu Beitin Nabi, Sohabat, Tabi’,
Tabi Tabiin, dan kumpulan cerita orang-orang soleh lainnya. Lalu Umma selalu
menyuguhkan kami video-video lucu animasi yang membuat perut kami terkuak lalu
berguling-guling saking kesalnya. Dan itu adalah video yang sering menjadi
olok-olokanku bersama kak Abu. Dan sebaliknya pula, saat aku bertanya tentang
Sayyidina ini dan Sayyidina itu, semua malah terdiam dan menertawaiku, iya
teman-temanku.
Kata mereka, aku terlalu kudet atau mewajariku karena Buya adalah Penda’i di jalan Allah yang sangat masyhur, dan pantas pula anaknya seperti aku, Fathimah. Melulu-melulu ceritanya itu-itu sahaja. Namun ternyata tak selamanya aku anggap buruk. Aku dan teman-teman lainnya pun ikut berbagi pengetahuan. Aku senang akan hal itu. Aku jadi tau siapa itu penyanyi terkenal seperti Viji Aljiano, Afjan, semua-semua itu mengalirkan energy baru dan menambah sukaku kepada dunia sastra dari lirik-lirik yang mereka nyanyikan. Dan aku senang, mereka mengajariku bernyanyi sekaligus memberitahuku tentang hal ini dan hal itu
Tak
lamapun jika aku yang memulaikan pembicaraanku, mereka antusias dengan apa-apa
yang aku ceritakan pula, teman. Mereka bersemangat pula ketika kuajarkan
nada-nada Sholawat khas nada-nada Hadrami, atau Qhasaaid versi musik Arab. Dan
itu seruu sekali. Seperti:
An-Nabi shollu ‘aleh
Sholawatullah ‘alaih
Wa yanaalul barakah
Kullu man shollah ‘aleh
Kita berdengung sambil menabuh darbuka milik
Buya dan berbagai macam alat musik Arab yang Buya dulu bawa pulang dari kota Tarim,
Yaman. Dan rumah jadi selalu seru dengan berbagi rasa tau dan kebahagian. Dan
Umma, Buya, senang melihat kami senang. Bahkan Umma sering sekali membuat kue
ini dan itu untuk teman-teman ku dan kak Abu. Minuman ini dan minuman itu.
MasyaAllah, Umma.
Umur kak Abu delapan tahun dan aku berumur
empat setengah tahun. Dengan jarak tiga setengah tahun ini aku merasa kak Abu
masih menyebalkan, semakin rajin ajak ribut, ajak nangis, ajak ketawa juga iya.
Contohnya saja kejadian kemarin.
Aku sedang mengaji iqro’ enam dan
mengulang-ulang huruf ‘dho’ dan ‘dzo’ dibalik tirai ruang tamu yang sepi. Lalu dari
belakang kak Abu mengagetkanku dengan topeng gorilla milik temannya dengan
suara “WAARWW”.
Lalu aku berteriak, airmataku jatuh semua, dan
Umma berlari mendapatiku.
“Fathimah! ada apa, Nak?” Tanya Umma panik
“Ada gorilla Umma masuk kerumah”
“Masa’ ada hewan masuk kerumah?”
“Iya Umma, Fathimah ngga bohong”
“Kan rumah kita dikota Nak, bukan dihutan”
“Iya Umma… beneran ada Gorilla…” lalu aku
memeluk Umma dibalik tirai dan menumpahkan air mataku dipundaknya.
Tiba-tiba tirai bergoyang dan kepala gorilla
itu muncul dihadapan Umma. Gorilla meraung dihadapan Umma.
“WRAAAWW”
Lalu aku kembali beteriak, dan Umma bertolak
pinggang sembari menarik tangan gorilla.
“Gorilla, siapa namamu?”
“Nama Gorilla…”
“namanya siapa?”
“nama ya?”
Umma melotot lalu memajukan wajah menunggu
jawaban gorilla.
“ehehe…” gorilla cemengesan menampakkan suara
aslinya lalu berlari meninggalkan rumah.
“AAAAAAABUUUUUUU!!!” Teriak Umma.
“jangan lari kau, Nak!”
Umma keluar rumah bersamaku mencari kak Abu
yang bersembunyi. Umma sungguh terlihat pahlawan dengan tongkat sapunya
meninggi-ninggikan ujung sapu itu hingga kelangit. Waktu kak Abu ketahuan
bersembunyi di bagasi mobil dengan segera Umma tadang.
“Hayo Abu? Mau kemana? Nang ning nang eek…
nang ning ning nang eek…“ suara Umma penuh dan mengajakku mengeluaran
cakar.
“Ampun Ummaa… Abu minta ampuun” cemas kak Abu
dengan tangan bersatu didepan dada.
“Nang ning ning nang eek… nang ning ning
nang eek…” suara Umma membuatku tertawa dan membisikkan ku sesuatu. Tak
lama kemudian jariku dan jari Umma mendekati tubuh kak Abu.
“Abu mau ampun Umma? Jangan harap kalau belum
rasakan INII!”
“wkakakakakkakakakk ahahahha bhuaahahahhh…
aduh,, aduuh,, Ummaaaa” kak Abu meronta-ronta diatas lantai dan tertawa
terkekeh-kekeh kegelian. Itu gelitikan Umma yang tiada ampun. Jari-jari Umma
pandai berkeriting sampai kak Abu lemas tak berdaya.
“Iya Umma, ampun, ampuuun…”
“Masih mau ganggu orang ngaji?” tanya Umma
“Iya, masi mau hahaha”
“gelitik lagi nih!”
“Cukup Umma, cukuup…”
“Bhahahhahahahahahhh…. Whkkakkkhh… Ampooon
Ummaaaaa!!!”
“Nggak lagi Ummaa.. nggak ganggu lagiii. Janji”
“Alhamdulillaaaaaah,,, tos dulu Fathimah!”
ajak Ummi ke arahku