“ BEGIN 66 FEET ON THE AIR : ROAD TO YEMEN “



JAKARTA, INDONESIA

Saya begitu tergopoh-gopoh menuju perkumpulan yang terdiri dari para calon mahasiswa/siswi Universitas Al-Ahgaff yang berjumlah ratusan keatas. Mencari teman kenalan yang pernah saya chat di Instagram dan WhatsUpp minggu lalu. Saya sempat tercengang dengan pemandangan yang tak biasa, koper berukuran king size dan masih banyak kardus indomie terbungkus rapi dilantai airport. ‘ini keYaman napa bawa kardus mie segala?’ buat toko kali ya?’
Semuanya melangkah serempak menuju baggage nimbang koper masing-masing. Fantastic! Angka yang sempurna bagi traveler sejati. 19,8 kg ini angka yang buat diri sendiri geleng-geleng. Asal tau keluar negri max berat  bagasi 30 kg Ukh. Dan total bagasi yang tersisa 10,5 kg! Sebenernya masih cukup buat bawa galon  Biar gak haush selama perjalanan hehe.
Tepat jam 20;00 WIB kami semua masuk kepenerbangan Qatar Airlines menuju Doha untuk transit beberapa jam , lalu berhenti di kota Sholalah.Masuk melewati pintu, saya dan teman-teman lainnya disambut hangat pramugara dan pramugari dari sudut halaman. Senyuman yang tulus itu saya balas balik dengan sepenuh hati. Setelah  seat ketemu, akhirnya saya segera meletakkan tubuh dan  satu ransel tipis di pelukan. Tempat duduk saya di barisan tengah diantara dua kursi yang saya duduki. Disisi kanan saya  ada laki-laki berpostur tinggi, berkulit putih, berjaket hitam yang saya tau dia orang Indonesia. Saya berharap dikanan saya seorang perempuan atau ibuk-ibuk, setidaknya bisa memecah rasa kaku dan bisa diajak bicara banyak. Masalah dari mana, mau kemana, jenguk siapa atau setidaknya ngobrol ‘ibuk punya anak berapa’.
tiba-tiba saja saya jadi kaget. Tarikan nafas jadi seperempat dikerongkongan. Pemuda berkopiah gaya santri itu duduk disisi kiri. Saya  memejam mata seerat mungkin tanda tak percaya.
Akhirnya selama delapan jam, hanya menghasilkan krik-krik diawan.


akhirnya keberangkatan juga






Super simple bag travel I did. less baggage ever!





SALALAH, OMAN
Kabar yang mencengangkan. Tiba di perbatasan Oman dan Yaman kita tertolak untuk menyebrang karena KBRI melarang keberangkatan sampai surat keterangan KBRI dikeluarkan. Semua dari kita disebut dengan kata ‘tertahan di Oman mahasiswa Indonesia’ dan beberapa artikel berita yang buat gerah pembaca. Di berita-berita terlalu membesar-besarkan, mem-balagoh luas, sampai kita yang merasakan disini tak sesuai gambaran. Diberita digambarkan kalau kita ditahan diperbatasan semacem nggak dikasih makan dan bla-blanya. padahal kita hidup  di apartemen yang wAw gabisa komentar; Wifi gratis, air melimpah, kamar ber-AC, bersih, rapi, lengkap dengan pengepel, sapu, kemoceng, gantungan baju, kursi panjang, kayak yang kita lihat di TV TV gitu deh. Hehehe 
Dan kita sempetin main di negri Sholalah (senyum dikit wkwkw). Negara yang bersebrangan dengan Yaman Selatan ini terlihat sepi, penduduknya sedikit dan tajir semua. Jangan heran kalo jalanan penuh dengan mobil roda empat. Sepeda motor jadi nggak laku dijual disini karna semua pake mobil. Penghidupannya teramat tinggi, sampai yang terdengar ditelinga saya bahwa uang reyal Oman adalah nominal terbesar setelah Euro. wAw.Dan yang ajiib disini itu Mall-Mall gede di puterin Murottal Masyayikh terkenal, dan pengunjungnya berpakaian syar’i bahkan cassiernya nggak kalah santun. Saya dan teman-teman yang berbelanja merasa terenyuh dan menikmati keadaan.
__________________________________________________________________________________________
Dikeesokan harinya, kami semua pergi wisata religi menuju makam kakeknya Al-Faqihil Muqaddam, Muhammad Sohibul Mirbath. Beliau dijuluki Mirbath, karna beliau adalah penyambung tali  antara dua kaum yang berselisih pada zamannya. Beliau adalah Dzurriyah atau keturunan Nabi Muhammad SAW. Anak-anak beliau adalah ulama tersohor seantero dunia. Buku-bukunya, kalam-kalamnya menjadi wewangian para perindu sampai sekarang.  Beliau adalah Al-Imam Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shodiq, dan terus bersambung nasabnya hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ( Blog selanjutnya akan membahas dalam tentang beliau, InsyaAllah )
pusara Nabi Imran AS 45th yang lalu
Foto Makam Sohibul Mirbath di Sholalah, Oman saat mahasiswi Al-Ahgaff ziarah Makam Anbiyya wa Auliya




Mungkin inilah sekenario yang Allah buat untuk siapa saja yang bersabar. Menanti diperbatasan, terkantung-kantung, mengharap kelas baru dengan suasana terbaik. Semua diuji dengan air mata, dengan jarak yang terhenti membatas. Di bumi Oman kami berpamitan sambil meminta restu untuk pergi ke tanah tujuan. 
====================================================================================
Malam telah tiba. Kami sempatkan untuk berkunjung ke makam Nabi ‘Imran ‘Alaihi salam, kakeknya Nabi Isa AS ibnu Maryam. Tiba malam, kami sampai dengan girang. Temaram kota jadi penghias langit bumi kota Solalah. Beliau dimakamkan di bumi ini sebagai tanda bukti Allah bahwa Allah benar-benar memuliakan keluarga Imran AS. Tertanda dengan kisah-kisahnya dalam Al-Quran hingga di abadikan sebagai nama surah ke kiga setelah Al-Fatihah dan Al-Baqarah. MasyaAllah... Semoga diri ini, diri yang membacanya juga diberikan Allah waktu dan kesempatan untuk menyaksikan keajaiban Al-Qur’an di seluruh pijakan. Aamiin Ya Mujiibassaailiin

MakamNabi Imran Alaihis Salam bin Hasyim bin Amun. dimakamkan di Salalah, Oman.



 
TAREM, YAMAN
Setelah diujung penghabisan, semua telah berlalu dengan manisnya kesabaran, akhirnya melintaslah para mujahidin menuju Tanah Para Wali. Udaranya menjadi buliran tasbih. Debuannya berubah menjadi moleku-molekul dzikrullah. Suasananya menjadi seindah surga dibumi.
Seluruh kami ditakdirkan untuk singgah disini sehari. Lalu melanjutkan perjalanan ke Jantung Hadromaut kota Mukalla. Selama satu hari itu memang singkat, tapi yang benar-benar melekat saat wajah siapa saja tenggelam karna rindunya terbalas. Kota Tarim telah memanggil dengan panggilan yang lembut. Udaranya selalu menepis pipi-pipi yang basah malam itu. Dimalam Jum’at, semua berkumpul membaca Maulid Nabi di sebuah penginapan sederhana. Saling menumpahkan air mata, saling bercerita, saling menambah cinta, semua itu tidaklah terlintas dengan mozaik –mozaik awal.
Suasana Zanbal dimalam hari



semoga nafas ini dipanggil berkali-kali.

Amalina Yuda Permata
Oktober, 2018
(saat mata terpejam, tanganlah yang menari-nari didalam mimpi)

Postingan Populer